Dikarenakan jalur Antasari - Blok M seminggu belakangan ini mengalami kemacetan panjang yang disebabkan adanya penyempitan jalan disekitar perempatan pasar inpres, maka pagi ini ane memutuskan berangkat kerja melintasi jalan raya Fatmawati yg dah lama gak ane lewati krn ada pelebaran jalan yg bikin macet. Dengan harapan setelah dilebarkan, maka akses kendaraan yg melalui jalan Fatmawati lebih lancar.. Dan memang, ternyata harapan tinggal harapan... hik.
Sepanjang perjalanan yg ane lalui tadi pagi, untuk pelebaran jalannya memang sudah selesai. Tp itu belum menyelesaikan semua pekerjaannya, karena sejauh pantauan ane, masih banyak tutup gorong2 yg menyembul keluar aspal dan belum dirapihkan sehingga dapat membahayakn pengguna jalan yg "mungkin" meleng. Masih ada juga halte bis di depan pasar mede yg belum dipindahkan sehingga posisinya menjorok ke jalan (posisi asli halte ini ada di area pelebaran), dan membuat arus kendaraan tersendat.
Pelebaran jalan fatmawati hanya dilakukan sampai dengan pertigaan lampu merah D'Best / Golden. Karena setelah itu ke arah Blok M, kondisi jalan tetap seperti dlu. Lalu dengan adanya pelebaran jalan itu (yg direncanakan sebagai lahan pondasi pembangunan monorail), apakah jalur tersebut sudah lantjar seperti yg diharapkan? ... Jawabannya tentu saja tidak. ^.^
Lalu dimana salahnya? Apakah pelebaran jalan tidak bisa melancarkan arus kendaraan? Apakah "semboyan" yg terpasang di baliho2 pinggir jalan oleh warisan pejabat pemda sebelumnya, "Dengan penambahan 8 ruas jalan baru, kemacetan PASTI TERURAI" akan terbukti? .. Entah kenapa, saya sendiri tidak yakin itu akan berhasil. Kenapa saya bisa berkeyakinan begitu?
Mangap neh, ane lg mo belagu jadi pengamat transportasi kota.. Belaguh dikiiiitt..... ^.^
Tp menurut asumsi ane, yg harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan sebetulnya bukan sekedar adanya penambahan ruas jalan, tp lebih kepada pengelolaan moda transportasi baik massal maupun pribadi. Untuk penambahan ruas jalan baru, malah hanya akan memanjakan masyarakat untuk kembali berlomba2 membeli kendaraan pribadi untuk transportasi mereka. Sementara kita tahu, bahwa tingkat konsumerisme di Ibu Kota Jakarta ini sangat tinggi. Jadi bila ruas jalan ditambah, sementara kendaraan yg beredar di jalan ibu kota juga terus bertambah, praktis kemacetan tetap akan sulit terurai.
Hal ini selaras dengan pernyataan Gubernur DKI yg baru, bapak Jokowi pada saat diwawancarai mengenai rencana pembangunan 6 ruas tol dalam kota beberapa waktu lalu,
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi menegaskan dirinya menolak rencana pembangunan 6 ruas tol. Mantan walikota Solo ini akan lebih memprioritaskan transportasi umum.
"Saya pro pada pembangunan transportasi massal. Jangan lagi ditulis Jokowi setuju dengan enam ruas tol. Kapan saya setuju," ujar Jokowi kepada wartawan di Balaikota DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (13/11/2012).
Menurut Jokowi, pembangunan 6 ruas tol itu hanya akan menguntungkan kalangan tertentu saja. Kalangan masyarakat yang memiliki kendaraan roda empat.
"Karena jalan tol di dalam kota itu artinya memberi fasilitas kepada mobil, bukan pada masyarakat. Tapi hanya (yang memiliki) mobil," papar Jokowi.
Menurut Jokowi, banyaknya mobil itu nanti akan berimbas buruk bagi transportasi kota Jakarta. Hal itu bisa membuat Jakarta lebih macet.
Sekarang, semoga dengan adanya periode kerja gubernur baru, apa yg dicita2kan dari sistem tersebut dapat berjalan. Dimana bukan memobilisasi kendaraan, tp justru memobilisasi orang untuk bergerak..
Semoga dan semoga...
No comments:
Post a Comment